Sabtu, 03 Desember 2011

Uji Aktivitas Enzim Amilase (Metode)


UJI AKTIVITAS ENZIM AMILASE

A.     Pendahuluan
Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi di dalam sel. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan sel.
Amilase (alfa, beta, glukoamilase) merupakan enzim yang penting dalam bidang pangan dan bioteknologi. Amilase mengacu pada sekelompok enzim katalis yang berfungsi untuk menghidrolisis gula dan pati. Amilase mencerna karbohidrat (polisakarida) menjadi unit-unit disakarida yang lebih kecil dan mengubahnya menjadi monosakarida seperti glukosa (Anonim, 2008). Amilase dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti tanaman, binatang dan mikroorganisme. Enzim pada umumnya diproduksi oleh mikroorganisme melalui proses fermentasi. Amilase yang berasal dari mikroorganisme banyak digunakan dalam industri, hal ini dikarenakan mikroorganisme periode pertumbuhanya pendek. Amilase pertama kali yang diproduksi adalah amilase yang berasal dari fungi pada tahun 1894 (Oliveira, 2004).
Menurut Biogen (2008), secara umum amilase dibedakan menjadi tiga berdasarkan hasil pemecahan dan letak ikatan yang dipecah, yaitu:
Ü     Enzim alfa-amilase
merupakan endoenzim yang memotong ikatan alfa-1,4 amilosa dan amilopektin dengan cepat pada larutan pati kental yang telah mengalami gelatinisasi. Proses ini juga dikenal dengan nama proses likuifikasi pati. Produk akhir yang dihasilkan dari aktivitasnya adalah dekstrin beserta sejumlah kecil glukosa dan maltosa. Alfa-amilase akan menghidrolisis ikatan alfa-1-4 glikosida pada polisakarida dengan hasil degradasi secara acak di bagian tengah atau bagian dalam molekul.
Ü     Enzim beta-amilase
atau disebut juga alfa-l,4-glukanmaltohidrolas E.C. 3.2.1.2. bekerja pada ikatan alfa-1,4-glikosida dengan menginversi konfigurasi posisi atom C(l) atau C nomor 1 molekul glukosa dari alfa menjadi beta. Enzim ini memutus ikatan amilosa maupun amilopektin dari luar molekul dan menghasilkan unit-unit maltosa dari ujung non-pereduksi pada rantai polisakarida. Bila tiba pada ikatan alfa-1,6 glikosida aktivitas enzim ini akan berhenti.
Enzim beta-amilase banyak ditemukan pada tanaman tingkat tinggi, seperti gandum, ubi, dan kacang kedelai. Disamping itu, beta-amilase juga dapat ditemui pada beberapa mikroorganisme, antara lain Pseudomonas sp, Bacillus sp, Streptococcus sp, dan Clostridium thermosulfurigenes.
Ü     Glukoamilase
dikenal dengan nama lain alfa-1,4- glukan glukohidro-lase atau EC 3.2.1.3. Enzim ini menghidrolisis ikatan glukosida alfa-1,4, tetapi hasilnya beta-glukosa yang mempunyai konfigurasi berlawanan dengan hasil hidrolisis oleh enzim alfa-amilase. Selain itu, enzim ini dapat pula menghidrolisis ikatan glikosida alfa-1,6 dan alfa-1,3 tetapi dengan laju yang lebih lambat dibandingkan dengan hidrolisis ikatan glikosida a-1,4.
Enzim amilase banyak digunakan pada industri makanan. Amilase dapat digunakan sebagai pengontrol viskositas sirup cokelat dan minuman beralkohol (brewing). Amilase diproduksi oleh banyak jenis mikrobia, akan tetapi mikrobia yang sering digunakan dalam skala industri adalah Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus amyloquaifaciens dan Aspergillus niger (Inchem, 2008).

B.     Metode Uji Enzim Amilase
Beberapa langkah dalam metode di bawah ini dapat digunakan dalam skala laboratorium untuk menentukan aktivitas enzim amilase, yaitu sbb:
           A.      Ekstraksi enzim amilase
Ÿ         Suarni dan Rauf (2007)
1.      Sampel dihaluskan/ dihancurkan dengan blender
2.      Ditambah buffer asetat 0,2 M pH 5 (untuk setiap 1 gr sampel ditambah 5 ml buffer asetat).
3.      Disimpan selama 10 menit sambil sekali-sekali dikocok.
4.      Disaring dengan menggunakan kapas.
5.      Filtrat disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu 50C.
6.      Supernatan (ekstrak enzim) yang dihasilkan diukur volumenya dan ditempatkan ke dalam wadah steril untuk dianalisis.

Ÿ         Ramansyah dan Sudiana (2003)
1.      Sampel sebanyak 20 gr digerus.
2.      Sampel dilarutkan dalam 100 ml buffer fosfat (pH 5,5).
3.      Kemudian disentrifuse 9800 x g, dengan suhu 2oC selama 20 menit.
4.      Supernatan kemudian digunakan sebagai ekstrak enzim, dan dapat disimpan pada suhu dingin sampai siap digunakan.
Ÿ         Kunamneni et. al (2005)
1.      Sampel ditambah dengan 50 ml aquades dan dikocok menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit kemudian disaring.
2.      Filtrat dan residu dipisahkan, dan residu diekstrak kembali dengan 50 ml aquades dan disaring.
3.      Filtrat dijadikan satu dan disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit.
4.      Supernatan yang didapat digunakan sebagai sumber enzim dalam analisis.

           B.      Deteksi enzim amilase (Laloknam et. al, 2009)
1.      50 μl filtrat sampel ditambahkan pada lubang-lubang dalam starch agar (2.0 % agar dan 1% pati, pH 7.0).
2.      Diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit.
3.      Larutan iodin ditambahkan pada agar sehingga terlihat daerah terang yang terbentuk.
4.      Diameter daerah terang di sekitar lubang-lubang pada agar diukur.
5.    Dapat pula diukur aktivitas amilase berdasarkan selisih antara diameter daerah terang disekitar lubang dengan diameter lubang pada agar.









           C.      Uji aktivitas enzim amilase
Ÿ         AOAC (1995) dalam Suarni dan Rauf (2007)
1.      1 ml filtrat enzim hasil ekstraksi ditambahkan dengan 1 ml larutan substrat/ pati (soluble starch).
2.      Diinkubasi selama 3 menit pada suhu optimum 300C.
3.      Ditambah dengan 2 ml DNS (3,5 dinitro salicilic acid) kemudian dipanaskan sampai mendidih, didinginkan cepat pada air mengalir dan ditambah 20 ml aquades.
4.      Serapan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

Aktivitas enzim alfa-amilase = C x 1/T x 1 unit/1 mikromol

dimana:
C = konsentrasi maltosa per ml ekstrak enzim (mikromol)
T = waktu inkubasi (menit)
1 unit enzim α-amilase = besarnya aktivitas enzim yang dibutuhkan untuk membebaskan 1 mikromol maltosa per menit per ml enzim
Ÿ        
Metode Bernfeld (1955) dalam Soeka dan Eddy (1993)
1.      Ke dalam tabung-tabung percobaan (sampel dan blanko), dimasukkan 2 ml larutan substrat pati dalam buffer asetat pH 6,0 ditempatkan pada penangas air dengan temperatur 370C selama 5 menit.
2.      Campuran ditambah 0,05 ml larutan enzim memakai pipet, dikocok beberapa lama, lalu diinkubasi pada temperatur 370C selama 15 menit.
3.      Setelah campuran diinkubasi, dengan segera ditambahkan 20 ml aquades dan 1,0 ml larutan I2 0,008 N.
4.      Campuran dikocok beberapa lama hingga tercampur sempurna.
5.      Dibiarkan 10 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 620 nm.
* Larutan substrat yang digunakan mengandung 0,2 gr Amilosa, 15mM NaCl dan 20 mM buffer asetat pH 6,0.
* Perhitungan memakai satuan ”Street-Close”/ 100 ml.
* Satu satuan S.C. = jumlah enzim yang dapat menghidrolisis 20 mikromol amilosa dalam waktu 15 menit pH 6,0 dengan temperatur 370C.






  Metode Caraway-Somogyi iodin/kalium iodida (IKI) (1959) dalam Afiukwa, et. al (2009)
1.      Gelatinisasi larutan pati yang digunakan untuk substrat.
-         Sebanyak 40 ml larutan pati 1% (Soluble starch) ditambahkan dalam 50 ml air medidih di gelas beaker sambil diaduk.
-         Larutan kemudian didinginkan hingga mencapai suhu ruang.
-         Ditambah dengan aquades hingga volume tepat 100 ml.
2.      Pembuatan larutan baku/ standar (stock solution)
-         Larutan gelatinisasi pati diambil sebanyak 1 ml.
-         Ditambah aquades hingga volume tepat 100 ml kemudian dihomogenkan.
3.      Pembuatan Kurva Standar dan Uji Amilase
-         Larutan baku diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan dalam 3 tabung reaksi.
-         Ditambah 3 ml buffer fosfat 0,1 M pH 5,6.
-         Ditambah 1,5 ml ekstrak amilase dan campuran diinkubasi pada suhu 37°C.
-         Setelah diinkubasi, campuran diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan pada tabung reaksi yang berisi 3 ml HCl 10% untuk menghentikan reaksi.
-         Ditambah 3 ml indikator (larutan iodin – kalium iodida).
-         Absorbansi diukur pada panjang gelombang 620 nm.
-         Prosedur diulang (dari proses penambahan HCl 10%) setiap 15 menit selama 60 menit.
-         Jumlah pati yang terhidrolisis dalam satu satuan waktu diukur dengan kurva standar pati (substrat) antara konsentrasi dengan absorbansi.

C.     Analisa Prosedur
Aktivitas alfa-amilase secara umum ditentukan dengan mengukur hasil degradasi pati, biasanya dari penurunan kadar pati yang larut atau dari kadar dekstrinnya dengan menggunakan substrat jenuh. Hilangnya substrat dapat diukur dengan pengurangan derajat pewarnaan iodium terhadap substrat. Pati yang mengandung amilosa bereaksi dengan iodium menghasilkan warna biru, sedangkan dekstrin bereaksi dengan iodium berwana coklat. Keaktifan alfa-amilase juga dapat dinyatakan dengan pengukuran viskositas dan jumlah produksi yang terbentuk. Laju hidrolisis akan meningkat bila polimerisasi menurun dan laju hidrolisis akan lebih cepat pada rantai lurus (Winarno, 1986).
Metode untuk analisa enzim amilase di atas memiliki prinsip yang sama, yaitu mengukur hasil hidrolisis pati (substrat) atau sisa substrat setelah kontak dengan enzim amilase dalam waktu tertentu.
1.      Analisa Prosedur Ekstraksi Enzim Amilase:
Prinsip utama dalam ekstraksi enzim amilase adalah mengambil enzim amilase yang terdapat pada sampel dengan pelarut (buffer atau akuades). Enzim amilase diharapkan dapat larut sempurna pada pelarut yang digunakan. Amilase yang larut kemudian disentrifuse dengan kecepatan tinggi selama beberapa menit agar residu sampel tidak ikut ter-analisa pada saat pengujian aktivitas enzim. Setelah disentrifuse, sisa residu dalam sampel (yang lolos dari penyaringan) akan mengendap di dasar tabung sentrifuse sedangkan supernatan yang didapat merupakan enzim amilase beserta pelarut yang kemudian akan digunakan untuk analisa selanjutnya.
Pada metode di atas digunakan pelarut buffer asetat 0,2 M pH 5, buffer fosfat (pH 5,5), serta akuades. Perbedaan penggunaan pelarut dapat bergantung pada sampel yang digunakan selain itu penggunaan buffer bertujuan agar enzim yang di dapat tetap stabil. Namun, Laloknam et. al (2009) menyebutkan bahwa penggunaan larutan buffer atau akuades memiliki fungsi yang sama dan keduanya dapat juga dipakai sebagai kontrol negatif aktivitas enzim amilase.

2.      Analisa Prosedur Deteksi Enzim Amilase:
Prinsip utama dalam mendeteksi keberadaan enzim amilase adalah hidrolisis pati (starch) yang ditandai dengan daerah terang pada agar di sekitar lubang yang telah ditetesi sampel. Starch agar yang dibuat mengandung pati yang merupakan karbohidrat kompleks. Enzim amilase mengacu pada sekelompok enzim katalis yang berfungsi untuk menghidrolisis gula dan pati. Amilase dapat mencerna karbohidrat (polisakarida) menjadi unit-unit disakarida yang lebih kecil dan mengubahnya menjadi monosakarida seperti glukosa. Enzim amilase pada sampel akan menghidrolisis pati pada agar. Hal ini dapat diketahui dengan terlihatnya daerah terang pada starch agar. Penambahan larutan iodin pada agar bertujuan untuk memperjelas daerah terang yang terbentuk. Aktivitas enzim amilase masing-masing sampel juga dapat ditentukan dengan perbandingan diameter daerah terang yang terbentuk pada agar.
3.      Analisa Prosedur Uji Aktivitas Enzim Amilase:
ü      AOAC (1995) dalam Suarni dan Rauf (2007)
Pengukuran aktivitas enzim dimulai dengan menambahkan substrat yaitu pati (starch) pada filtrat enzim. Enzim amilase yang terdapat pada sampel akan bereaksi dan menghidrolisis pati menjadi monosakarida dalam waktu 3 menit dan suhu optimum 30oC. Reaksi kemudian dihentikan dengan penambahan DNS (3,5 dinitro salicilic acid). Selain itu reagen DNS (3,5 dinitro salicilic acid) akan bereaksi dengan gula pereduksi hasil hidrolisis dan mengakibatkan terbentuknya warna tertentu. Sampel kemudian didihkan agar reagen DNS dapat bekerja dengan cepat, setelah itu didinginkan dengan air mengalir. Penambahan 20 ml akuades untuk pengenceran sampel. Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang 550 nm. Metode ini terlebih dahulu membuat kurva standar glukosa antara konsentrasi glukosa dalam berbagai macam konsentrasi dan absorbansi. Kemudian konsentrasi sampel yang didapat melalui kurva standar dimasukkan ke dalam rumus untuk mendapatkan aktivitas enzim amilase.
ü      Metode Bernfeld (1955) dalam Soeka dan Eddy (1993)
Pengukuran aktivitas enzim dimulai dengan menambahkan substrat yaitu pati (starch) pada filtrat enzim. Enzim amilase yang terdapat pada sampel akan bereaksi dan menghidrolisis pati menjadi monosakarida dalam waktu 5 menit dan suhu optimum 37oC. Penambahan akuades sebanyak 20 ml bertujuan untuk mengencerkan sampel. Setelah itu, ditambahkan larutan I2. Larutan I2 akan bereaksi dengan sisa pati yang tidak terhidrolisis oleh enzim amilase dan menghasilkan warna biru. Semakin banyak pati yang tersisa berarti aktivitas enzim amilase semakin kecil, dengan ditandai dengan degradasi warna biru. Absorbansi sampel kemudian diukur pada panjang gelombang 620 nm. Aktivitas enzim diukur dengan memasukkan nilai absorbansi ke dalam rumus, dengan satuan aktivitas enzim adalah S.C. (”Street-Close”).
ü      Metode Caraway-Somogyi iodin/kalium iodida (IKI) (1959) dalam Afiukwa, et. al (2009)
Tahap pertama metode ini adalah gelatinisasi atau likuifikasi pati sehingga menghasilkan larutan starch yang baku. Larutan ini kemudian digunakan sebagai substrat dalam mereaksikan dengan sampel yang mengandung enzim amilase. Enzim amilase yang terdapat pada sampel akan bereaksi dan menghidrolisis pati menjadi monosakarida dalam waktu tertentu dan suhu optimum 37oC. Reaksi ini kemudian dhentikan dengan menambahkan larutan HCl 10%. Setelah itu ditambahkan indikator iodin-kalium iodida. Menurut Teodoro dan Meire (2000), larutan indikator dibuat dengan 0,05% iodin dalam 0. 5% KI. Sisa pati yang tidak terhidrolisis akan bereaksi dengan indikator sehingga menghasilkan warna tertentu. Absorbansi sampel kemudian diukur pada panjang gelombang 620 nm. Proses tersebut merupakan pengukuran pada jam ke-0. Langkah pengujian aktivitas enzim diulang (dari proses penambahan HCl 10%) setiap 15 menit selama 60 menit. Jumlah pati yang terhidrolisis dalam satu satuan waktu kemudian diukur dengan kurva standar pati (substrat) antara konsentrasi dengan absorbansi.

D.    Penutup
Metode pengukuran aktivitas enzim amilase di atas memiliki prinsip utama yang sama, yaitu mengukur hasil hidrolisis pati (substrat) atau sisa substrat setelah kontak dengan enzim amilase dalam waktu tertentu. Pengukuran hasil hidrolisis substrat yaitu monosakarida (gula reduksi) menggunakan reagen DNS (3,5 dinitro salicilic acid), sedangkan pengukuran sisa substrat (pati) yang tidak bereaksi dengan enzim menggunakan larutan I2 atau indikator iodin-kalium iodida. Serapan pada sampel yang terbentuk diukur pada panjang gelombang tertentu. Untuk pengukuran menggunakan reagen DNS diukur pada panjang gelombang 550 nm, sedangkan jika menggunakan larutan I2 atau indikator iodin-kalium iodida diukur pada panjang gelombang 620 nm.



DAFTAR PUSTAKA

Afiukwa, et. al. 2009. Determination of amylase activity of crude extract from partially germinated mango seeds (Mangifera oraphila). African Journal of Biotechnology Vol. 8 (14), pp. 3294-3296, 20 July, 2009. ISSN 1684–5315. Available online at http://www.academicjournals.org/AJB.
Anonim. 2008. Amilase. Tersedia dalam http://ptp2007.wordpress.com/2008/05/15/amilase/. diakses tanggal 28 November 2011
Biogen. 2008. Amilase. Tersedia dalam http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/agrobio/abstrak/agrobio_vol.           diakses tanggal 28 November 2011.
Inchem. 2008. Alpha-Amylase From Bacillus Subtilis. Tersedia dalam http://www.inchem.org/ documents/jecfa/jecmono/v28je05.htm. diakses tanggal 28 November 2011.
Kunamneni, Adinarayana et. al. 2005. Amylase Production in Solid State Fermentation by The Thermophilic Fungus Thermomyces lanuginosus. Journal of Bioscience and Bioengineering Vol. 100, No. 2, 168- 171. DOI: 10.1263/jbb.100.168. The Society for Biotechnology, Japan.
Laloknam, Surasak et.al. 2009. Detection of amylase activity from fruit and vegetables in an undergraduate classroom. As. J. Food Ag-Ind. 2009, 2(03), 381-390. ISSN 1906-3040. Available online at www.ajofai.info
Oliveira. 2004. Rhizobia Amylase Production Using Various Starchy Substances as Carbon Substrates. Tersedia dalam http://www.scielo.br/pdf/bjm/v31n4/a11v31n4.pdf. diakses tanggal 28 November 2011.
Ramansyah, Maman dan I Made Sudiana. 2003. Optimasi Analisis Amilase Dan Glukanase Yang Diekstrak Dari Miselium Pleurotus ostreatus Dengan Asam 3,5 Dinitrosalisilat. Berk. Penel. Hayati: 9 (7-12). 2003
Soeka, Yati Sudaryati dan Eddy Djajasukma. 1993. Pengaruh Penambahan Sumber-Sumber Nitrogen Terhadap Aktivitas Enzim Alpha-Amilase Aspergillus niger Dalam Media Campuran Onggok dan Dedak. Pros. Seminar Hasil Litbang SDH 14 Juni 1993
Suarni dan Rauf Patong. 2007. Potency of Mung Bean Sprout As Enzyme Source (α-amilase). Indo. J. Chem., 2007, 7 (3), 332-336
Teodoro, Carlos Eduardo de Souza and Meire Lelis Leal Martins. 2000. Culture Conditions For The Production Of Thermostable Amylase by Bacillus sp. Brazilian Journal of Microbiology (2000) 31:298-302. ISSN 1517-8382
Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia

Jumat, 11 November 2011

Tuhan cukup bagiku

Mazmur 103:5
Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.

Sebenarnya Tuhan telah memuaskan keinginan, kebutuhan, dan hasrat setiap anak-anakNya dengan kebaikan dan kasih sayangNya yang tak pernah habis. Ketika kita risau dan khawatir dengan keadaan kita, apa yang akan kita pakai, apa yang kita minum, apa yang kita makan, penerimaan terhadap orang lain, dsb itu semua sudah dan telah Tuhan sediakan. Tetapi seringkali kita sebagai manusia tidak bisa melihat terlalu dalam kebaikan dan kemurahan Tuhan sehingga kita terpuruk dalam pikiran dan kekhawatiran kita sendiri.
Saat Tuhan membukakan dan menyingkapkan keberadanNya yang sesungguhnya baru kita akan menyadari bahwa kita tidak perlu mencari-cari hal-hal yang kita tidak dapat di dunia ini karena sebenarnya Tuhan telah sediakan semuanya itu untuk kita.
Tuhan telah menerima anak-anakNya apa adanya...
Tuhan telah menyediakan bagi kita sesuai dengan kebutuhan kita...
Tuhan selalu memberikan dan melakukan yang terbaik untuk anak-anakNya...
Jadi, apakah keberadaan Tuhan itu tidak cukup bagi hidup kita?
Apakah penerimaan dari Tuhan tidak cukup bagi kita sehingga kita risau ketika kita merasa ditolak oleh manusia?

Pujilah Tuhan karena Ia telah menyatakan dan menyingkapkan satu berkat lagi untuk kehidupan kita.
Sedikit kutipan di bawah ini dapat menjadi perenungan ----
“… Karena Tuhan membuat saya bisa bersyukur untuk apapun yang saya miliki, juga bersyukur untuk apapun yang tidak bisa saya miliki. Ada suatu kepuasan yang Tuhan taruhkan di dalam hati saya. …” ~ dalam buku Maukah Engkau Sembuh? (Ev. Iin Tjipto) ----

Jumat, 04 November 2011

Titrasi Pengendapan


Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat; AgNO3.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
AgNO3 + NaCl → AgCl + NaNO3
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat (CrO42-) dimana dengan indikator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indikator adsorbsi. Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan jenis indikator diatas dapat juga menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen.
a)      Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hampir mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hampir berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3.
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)
Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:
2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)
       Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi
2H+(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat terlambat.
Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.
b)      Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrantny SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:
Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s)
Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s)
SCN-(aq)  + AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq)
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna berkurang).
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh,  dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.
c)      Metode Fajans
Apabila suatu senyawa organik berwarna diserap pada permukaan suatu endapan, perubahan struktur organik mungkin terjadi, dan warnanya sebagian besar kemungkinan telah berubah dan mungkin menjadi lebih jelas. Peristiwa ini dapat dipakai untuk mengetahui titik akhir dari titrasi pengendapan garam-garam perak. Senyawa organik yang dipergunakan demikian, disebut sebagai “indikator adsorpsi”.
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).
HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).
Pada percobaan ini digunakan metode Mohr dan Volhard. Faktor-faktor penting yang   mempengaruhi kelarutan padatan kristalin antara lain :
1.      Suhu
2.      Pelarut
3.      Pengaruh ion senama
4.      Pengaruh ion tak senama
5.      Pengaruh pH
6.      Pengaruh hidrolisa
7.      Pengaruh kompleks

Flute


SEJARAH  DAN APRESIASI FLUTE


Flute merupakan alat musik tiup kayu. Flute tertua pertama kali ditemukan di Slovenia.kurang lebih berumur 43.000 tahun. Pada awalnya flute hanya memiliki dua atau empat lubang..
Kemudian di Jerman ditemukan kembali flute yang berumur 35.000tahun. Flute tersebut telah berbentuk corong yang terbuat dari tulang sayap burung.
Para peneliti yang telah menemukan flute tersebut, mengumumkan penemuan mereka dalam jurnal Nature pada bulan Agustus 2009. Pada saat mengumumkan penamuan tersebut para peneliti berkesimpulan bahwa manusia pada zaman tersebut telah memiliki kebudayaan yang baik dan berkembang. Para peneliti juga menjelaskan bahwa penemuan flute dapat memberikan kesimpulan bahwa ada kemungkinan manusia purba telah mengalami perkembangan serta kemajuan.
Ditemukan lagi flute dengan tiga lubang yang berumur kurang lebih 30.000 – 37.000 tahun, dengan panjang 17,8 cm yang terbuat dari Gading Mamouth serta flute yang terbuat dari tulang angsa, berumur kurang lebih 36.000 tahun. Kedua Flute tersebut ditemukan di Selatan Jerman pada tahun 2004.
Ada lagi flute dengan umur kurang lebih 9000 tahun dei provinsi Henan, Cina Tengah. Flute tersebut terbuat dari tulang sayap burung gagak.
Flute  melintang paling awal yang masih ada adalah chi ( ) flute ditemukan di makam Marquis Yi dari Zeng di Suizhou, provinsi Hubei, Cina . Flute ini berasal dari akhir zaman Dinasti Zhou 433 SM. Flute ini terbuat dari bambu dengan ujung tertutup dan memiliki lima lubang. Flute ini disebutkan dalam Si Jhing, disusun oleh Confucius, ilmuwan dari Cina.
Kemudian flute berkembang di berbagai daerah didunia seeperti di Eropa, India, China, dan Jepang. Flute dari masing – masing daerah tersebut memiliki karakter suara dan bentuk yang berbeda. Di Eropa ada beberapa bentuk perkembangan flute, seperti Germany flute, fife, dizi, bansuri dan Piccolo.
Sedangkan di India ada jenis flute yang disebut Carnatic. Lalu di China adapula jenis flute yang disebut “Di”, Xiao, Ney.  Dan di Jepang disebut Fue, danso, Shakuhachi, serta Anasazi flute.
Beberapa contoh gambar jenis jenis flute :
                          
flute



shakuhachi


mye_20


Instrumen Piano


INSTRUMEN PIANO



dA.    SEJARAH INSTRUMEN PIANO

Piano berasal dari kata pianoforte yang diambil dari bahasa Italia. seorang bernama Bartolomeo Cristofori pada tahun 1720-an membuat sebuah piano. Model tradisional pertama kali diciptakan pada tahun 1709. dengan nama “gravicembalo col pian e forte” dalam bahasa Italia (“harpsichord with soft and loud”), yang kira-kira berarti Alat Musik Hapsichord (yang bisa dimainkan ) dengan lembut dan keras. Prinsip kerja alat musik ini diambil dari prinsip kerja bilah kunci harpsichord and clavichord dikombinasikan dengan pemukul dan string dari alat musik “dulcimer”. Alat ini pertama kali diciptakan oleh Bartolomeo Cristofori, seorang pembuat harpsichord dari Italia.
Bartolomeo Cristofori terkenal sebagai perintis pembuatan piano. Dua dari ciptaannya yang terkenal masih tersimpan sampai sekarang, Pertama di Metropolitan Museum of Art, New York 1720. Dan yang kedua buatan tahun 1726 tersimpan di museum Leipzig, Germany. Pada awal mula diciptakan, suaranya tidak sekeras piano yang dapat didengar pada abad 20-an. Hal ini dikarenakan tegangan tuts piano saat itu tidak sekuat piano yang ada sekarang.
Piano sendiri lahir dari keinginan untuk menggabungkan keindahan nada clavichord dengan kekuatan harpsichord. Hasrat itu mendorong Marius dari Paris (1716), Schroter dari Saxony (1717), dan Christofori (1720) dari Padua, Italia, untuk membuat piano. Namun, hasil utuh dan lengkap cuma ditunjukkan Bartolomeo Christofori. Dari piano ciptaan pemelihara harpsichord dan spinet (harpsichord kecil) di Istana Florentine - kediaman Pangeran Ferdinand de’Medici - inilah piano modern berakar.
Pada pertengahan abad XVII piano dibuat dengan beberapa bentuk. Awalnya, ada yang dibuat mirip desain harpsichord, dengan dawai menjulang. Piano menjadi lebih rendah setelah John Isaac Hawkins memodifikasi letaknya menjadi sejajar lantai. Lalu, dengan munculnya tuntutan instrumen musik lebih ringan, tidak mahal, dan dengan sentuhan lebih ringan, para pembuat piano Jerman menjawabnya dengan piano persegi. Sampai 1860 piano persegi ini mendominasi penggunaan piano di rumah.

Rangka untuk senar piano pertama menggunakan rangka kayu dan hanya dapat menahan tegangan ringan dari senar. Akibatnya, ketika pada abad XIX dibangun gedung-gedung konser berukuran besar, suara piano tadi kurang memadai. Maka, mulailah dibuat piano dengan rangka besi. Sekitar tahun 1800 Joseph Smith dari Inggris membuat suatu piano dengan rangka logam seluruhnya. Piano hasil inovasinya mampu menahan tegangan senar sangat kuat, sehingga suara yang dihasilkan pun lebih keras. Sekitar 1820, banyak pembuat menggunakan potongan logam untuk bagian piano lainnya. Pada 1822, Erard bersaudara mematenkan double escapement action, yang merupakan temuan tersohor dari yang pernah ada berkaitan dengan cara kerja piano.
Notasi piano Dalam perkembangannya, sebelum memiliki 88 tuts seperti sekarang, piano memiliki lima oktaf dan 62 tuts. Ia juga dilengkapi dengan pedal. Semula pedal itu digerakkan dengan lutut. Namun, kemudian pedal kaki yang diperkenalkan di Inggris menjadi populer hingga sekarang.
Sejumlah pengembangan berlanjut pada abad XIX dan XX. Tegangan senar, yangg semula ditetapkan 16 ton pada tahun 1862, bertambah menjadi 30 ton pada piano modern. Hasilnya adalah sebuah piano dengan kemampuan menghasilkan nada yang tidak pernah dibayangkan Frederic Chopin, Ludwig van Beethoven, dan bahkan Franz Liszt.
Sebuah perkembangan nyata di abad XX (berawal di tahun 1930-an) adalah kehadiran piano elektronik (atau piano listrik), yang didasarkan pada teknologi elektroakustik atau metode digital. Nada suaranya terdengar melalui sebuah amplifier dan loudspeaker.
Dari sisi mutu suara, piano elektronik nyaris tak ada bedanya dengan piano biasa. Perbedaan terletak pada berbagai fitur yang melengkapinya. Fitur itu tentu tidak ada sama sekali dalam piano biasa. Misalnya, bisa dihubungkan dengan perangkat MIDI, komputer, alat rekam; memiliki pengatur volume, tusuk kontak untuk pendengar kepala; dan sebagainya.



B.     PERKEMBANGAN INSTRUMEN PIANO
Asal muasalnya, piano dikembangkan dari alat musik kecapi. Perbedaannya, kecapi dimainkan dengan dipetik. Sedangkan piano ditekan tuts-tutsnya.
Secara umum, piano termasuk ke dalam kelompok musik instrumental. Piano memproduksi suara dari getaran papan suara yang volumenya dapat diperkuat (dapat diatur besar kecilnya).
Secara luas, piano di dalam musik dapat menjadi performa pada nyanyian tunggal dan sebagai pengantar nyanyian solo. Dalam artian, piano dapat hidup dan mengiringi penyanyi tanpa bantuan atau iringan alat musik lain. Suara yang dihasilkan piano sudah dapat mewakili alat musik lainnya.
Meskipun demikian, piano akan lebih berarti lagi didengar dengan bantuan alat musik lain. Yang perlu ditekankan di sini, piano dapat mengalun indah tanpa bantuan alat musik lain. Tidak sama halnya dengan alat musik lain, yang kurang enak didengar tanpa dilengkapi piano. Banyak musik-musik instrumen yang bersinar karena andil dari piano.
Pada akhir periode 1790 sampai 1860, piano era Mozart mengalami perubahan yang hebat, dimana instrumen modern semakin terlihat memimpin. Pada revolusinya, piano banyak mendapat dukungan dari komposer dan pianis-pianis terkenal yang mengiringi perkembangannya. Sehingga piano dalam musik semakin memiliki power yang tinggi. Teknologi dalam pembuatan piano pun semakin menggunakan alat-alat berteknologi tinggi.
Dalam beberapa waktu, gaya suara piano meningkat. Dari 5 oktav menjadi 7 1/3 (atau bahkan lebih) oktav, ini menandakan piano semakin modern. Kemajuan teknologi ini banyak bersumber dari perusahaan di Inggris, Broadwood. Selama bertahun-tahun, instrumen buatan Broadwood mengalami perkembangan menjadi lebih banyak jenisnya, lebih baik suaranya, juga dikemas secara baik dan rapi.
Perusahaan Broadwood mengirim piano mereka kepada Hadyn dan Beethoven. Cakupan kemampuan piano yang mereka kirim itu lebih dari lima oktaf. pada tahun 1790an, tahun 1810 menyusul menjadi enam oktav, sampai pada tahun 1820 akhirnya menjadi tujuh oktav. Sampai-sampai banyak perusahaan pembuat piano mengikuti trend ini.
Bercerita tentang piano sama halnya seperti menceritakan seorang superstar. Seperti layaknya seorang superstar, piano yang terkenal itu juga banyak dikagumi berbagai kalangan. Piano bisa masuk dalam industri musik dan perfilman, yang dengan mudahnya dilihat dan didengar siapa saja.
Sejak tahun 1830-an, konser piano selalu di idolakan banyak penggemar musik. Setiap para pianis terkenal menggelar konsernya, kerap kali dipadati oleh para penggemar. Mereka selalu berbondong-bondong mengantri tiket konser piano seperti semut. Karena bagaimanapun juga, piano bisa masuk ke hampir seluruh musik terkenal.
Contoh pada ke-27 konser piano yang digelar Mozart. Konser ini benar-benar merupakan konser musik instrumental yang tanpa bantuan iringan penyanyi ternyata tetap dapat lebih dinikmati. Inilah kehebatan yang dimiliki alat musik piano. Permainan pada konser piano bisa terlaksana dengan baik secara solo (sendirian), duo (berdua), trio (bertiga), maupun kuartet (berempat). Hal ini telah dibuktikan sejak lama oleh para pianis terkenal seperti Mozart, Hadyn, Beethoven, Schubert, Schumann, Mendelssohn dan Brahms.
Salah satu peran piano dalam industri perfilman adalah sebagai alat musik yang mengiringi jalannya film tersebut. Dapatkah loe membayangkan jika film yang loe tonton tidak didukung oleh latar belakang musik? Piano sangat lekat dengan alur-alur cerita dalam film. Jika pada film itu ceritanya sedih, diputarkanlah alunan musik piano yang lagunya sedih atau melow, sedangkan jika film itu seru (misalnya film aksi), maka diputarkanlah musik yang membuat adrenalin naik. Kesemua ini senantiasa diperankan oleh piano.

  
C.    JENIS – JENIS PIANO
1.      Grand Piano

Inilah piano yang sebenar-benarnya. Berasal dari konstruksi kayu mengkilap, dengan tuts berjumlah 88. Piano ini memiliki kotak akustik yang ditidurkan, dengan deretan senar-senar yang diketuk hammer piano ditidurkan. Merk yang paling eksklusif dari jenis ini adalah Steinway, sedangkan yang biasa kita temui di Indonesia adalah Yamaha Grand Piano. Harganya sama dengan satu unit mobil mewah, 400 jutaan ke atas.


2.      Upright Piano

Masih di jajaran kategori piano akustik,  juga berkonstruksi kayu, 88 tuts, kotak akustik serta senar-senarnya. Tetapi yang membedakan dengan adalah posisi kotak akustiknya yang berdiri. Dengan konstruksi seperti ini, piano model ini menghemat tempat. Jadi jika para peminat piano tidak terlalu punya tempat untuk meletakkan Grand Piano dan masih ingin menikmati suara dentingan piano akustik asli, upright piano bisa Anda pilih.

Piano akustik, untuk mendapatkan kualitas yang prima memerlukan perawatan yang sangat merepotkan. Selain suhu tertentu diperlukan untuk menjaga ketegangan senar-senar nada piano, setiap kali piano model ini dipindahkan, nada-nadanya harus di tune ulang



3.      Synthetizer
Adalah sebuah terobosan Kawai dan Yamaha yang memperkenalkan synthetizer pada tahun 80-an. Sebuah sampling suara piano memungkinkan bunyi piano dihasilkan dari alat-alat elektronik yang dialiri listrik. Teknologi synthetizer berkembang sehingga digital piano sendiri memiliki kategorisasi tersendiri: digital piano, keyboard, dan synthetizer.

Digital piano ditandai dengan rentang nadanya yang sama dengan piano akustik biasa, yaitu sepanjang 88 nada. Model tuts-nya masih menggunakan tipe gradded-hammer, atau efek yang Anda rasakan ketika menekan tuts piano. Berat, dan seperti mengetukkan palu ke senar-senar nada. Model yang paling populer di panggung contohnya adalah Roland RD-700 atau RD-300,  sedangkan untuk pengguna rumahan, Yamaha seri Clavinova adalah contoh yang paling populer.

4.      Keyboard

Apa beda dengan digital piano? Hal pertama yang paling mencolok adalah model tuts-nya. Keyboard tidak menggunakan , melainkan model . Ini artinya efek seperti mengetukkan palu tidak bisa dirasakan, karena itu tuts keyboard jauh lebih ringan untuk ditekan, dan rasanya seperti menekan plastik tanpa sensasi menekan tuts piano akustik. Rentang nada yang dimiliki juga lebih sedikit, hanya sepanjang 61 nada. Memotong nada atas dan nada bawah piano, dan menyisakan nada tengahnya saja.
Tetapi kelebihan keyboard adalah kemampuannya menghasilkan suara bermacam-macam alat musik. Ia juga memiliki kemampuan untuk memainkan irama dengan variasi yang banyak, sehingga kita bisa bermain diiringi sebuah band lengkap dengan bantuan hanya satu unit keyboard saja.


Keyboard model seperti paling sering muncul di hajatan seperti pesta pernikahan. Orang awam sering menyebutnya musik . Dengan memainkan suatu (iringan nada-nada berbagai alat musik dalam satu band yang disimpan dalam format MIDI) pada keyboard, pemain keyboard cukup memainkan melodinya saja dengan bunyi-bunyi tertentu, sambil menekan yang bersesuaian. Jauh lebih murah dan praktis daripada harus mendatangkan satu band lengkap. Contoh yang populer adalah Yamaha seri PSR, atau Roland seri E.
Seperti namanya, alat ini adalah pembuat suara buatan yang handal. Hal yang paling kelihatan mencolok adalah rentang nadanya yang mungkin hanya dua oktaf saja, memiliki banyak panel-panel instrumen seperti , dll pada papan keyboardnya. Alat ini memang ditujukan untuk membuat style, dan mengaransemen sebuah lagu. Sebuah aransemen dibuat dengan alat ini satu demi satu — atau istilahnya layer demi layer. Pola-pola instrumen drum, gitar, bass, dan variasinya ketika masuk chorus, bridge, atau coda dibuat satu per satu. Ketika sudah jadi, semua layer digabungkan menjadi satu menjadi sebuah aransemen musik yang bisa dimainkan oleh keyboard.


mye_20
 
;